Author Archives: Admin

Aspek-aspek Karma Kanda dan Jnana Kanda dalam Siwaratri

Siwaratri, malam pemujaan Siwa sebagai sebuah peristiwa keagamaan senantiasa menarik terus dimaknai dalam konteks kekinian dan juga yang akan datang; menggali nilai-nilai yang terselubung di dalamnya di dalam rangka pecerahan rohani. Kesemarakan umat Hindu memuja Siwa di malam ini boleh dikatakan suatu fenomena keagamaan yang menggembirakan yang perlu dipelihara, namun yang lebih penting adalah pemujaan yang dilakukan agar juga memperhatikan aspek kualitas sebagai cermin kesadaran diri untuk terus mengembangkan kesucian, kesadaran diri.
Siwaratri dirayakan oleh umat Hindu di seluruh dunia. Di India, pada malam ini dilakukan Siwalinggam Puja, menghaturkan persembahan, atau festival kesenian di kuil-kuil Siwa. Kaum ibu mempersiapkan persembahan (sesajen) berisi kembang, buah, beras kuning, lampu dengan mentega, susu, dan manisan yang dibuat khusus Siwaratri. Setelah disucikan melalui mantra-mantra pandit, sesajen tersebut ditempatkan di hadapan Siwalinggam. Diyakini apabila kaum wanita memuja Siwalinggam pada hari ini, ia akan mendapatkan jodoh sesuai keinginannya. Perayaan ditandai dengan sembahyang kepada Siwalinggam dan upavasa. Di areal kuil Siwa terkenal di Khajuraho di wilayah Madya Pradesh festival Siwaratri berlangsung selama sebulan. Berbagai atraksi kesenian dan pameran yang bernafaskan Siwa dipentaskan di sini. Umat Hindu di sana merayakan hari suci ini dengan penuh kesucian, suka cita dan kemeriahan.
Makalah ini mencoba membahas aspek upacara dan tattwa-jnana di dalam Siwa Puja dalam Siwaratri, malam Siwa. Yang pertama dikenal dengan istilah Karma Kanda, yang terakhir dengan Jnana Kanda . Penekanan pembahasan diberikan pada aspek Jnana Kanda.

Karma Kanda dan Jnana Kanda dalam Siwaratri

 

23 Jul 2016

Papa dan Anugraha : Memahami Teks Kakawin Siwaratrikalpa

Ada kata-kata kunci yang kiranya perlu diperhatikan untuk mengingatkan kita kembali betapa ajaran yang terkandung di dalam pemujaan kehadapan Bhatara Siwa pada Siwaratri senantiasa perlu terus direnungkan. Karena persoalan hidup, ada kecendrungan manusia lupa; ajaran-ajaran agama selalu mengingatkan kita agar tidak sampai lupa. Di dalamnya ada anjuran/ ajakan dan bahkan perintah, dan larangan. Yang pertama dilalui dengan cara-cara subhakarma, yang kedua menghindari asubha karma. Kata-kata seperti papa, punya, lupa, aturu, dosa, jagra, brata, yoga, samadhi, anugraha dan sebagainya, penuh makna dan menjadi perhatian para pangawi, sastrawan, atau pencari kebenaran, terlebih lagi pada Siwaratri. Ada misteri di dalam hidup Lubdhaka dan Bhatara Siwa yang mendorong umat manusia untuk memahaminya.
Pada kesempatan ini kami mencoba mengangkat kata-kata papa dan anugraha sebagai bahan diskusi untuk memperluas wawasan kita. Apa makna di balik kata-kata tersebut? Bagaimana hubungan satu dengan lainnya; dan apa landasannya di dalam ajaran Siwa Tattwa?
Pemahaman kami bertumpu pada teks Siwaratrikalpa, sumber utama pelaksanaan Siwa Puja dalam Siwaratri di Indonesia dan teks-teks tutur seperti Wrehapati Tattwa dan Tattwa Dhang Dhang Bang Bungalan.

Papa-dosa-anugraha

23 Jul 2016

Sanskrit as a Vehicle for the Emergence of India-Indonesia Cultural Relationship

Abstract
Significant influence of Indian culture in the archipelago was due to the role of Sanskrit played in addition to strategic position the archipelago has in the world. When the encounter between Indian cultures with local culture happened in ancient times there were some rooms for Sanskrit to be used as medium of expressions. The result was the emergence of textual traditions producing a huge number of inscriptions and texts. In comparison with Indo-China region, it is only in Indonesia Sanskrit and Old Javanese have produced a huge number of literature covering various subjects of life both religious and non-religious. It has been studied in an intensive manner in teaching and learning tradition in a long span of time. It has a force that can harmonize various differences exist in society. However, the decline of Sanskrit learning perhaps due to the conversion of the people into Muslim in 15th century; and cultural contact between the two cultures got lessened till faded away in the post Majapahit period. Sanskrit as a vehicle of culture covers various aspect of life, like art, science, literature, etc.

Key words: Indian culture, Sanskrit, Old Javanese, inscription, and literature.

Sanskrit as Vehicle for India-Indonesia Cultural Links.-2

23 Jul 2016

Picture: With Prof Lokesh Chandra

IMG_5607

With Prof Lokesh Chandra at the International Academy of Indian Culture, New Delhi (2012)

21 Jul 2016

Pemikiran-pemikiran Siwa-Buddha I Gusti Bagus Sugriwa

I Gusti Bagus Sugriwa telah meninggalkan kita untuk selama-lamanya 36 tahun yang lalu, yaitu tepatnya 22 November 1977. Beliau meninggal dunia dalam usia 77 tahun . Mengenang kembali figur penting di dalam perjalanan kebudayaan Bali terutama pada hari-hari bersejarah beliau terasa penting apalagi bagi murid-murid atau orang-orang yang dekat dengan beliau. Generasi yang tidak mengenalnya secara langsung, seperti saya, tentu saja ingin mengenal tokoh ini lebih jauh. Pemikiran-pemikiran beliau masih banyak relevan di dalam konteks membangun kehidupan beragama dan kebudayaan Bali yang berpijak pada tradisi sendiri. Salah satunya adalah mengenai pemahaman beliau di dalam memandang Siwa-Buddhagama sebagai inti agama Hindu Indonesia seperti tertuang di dalam tulisan-tulisan dan wejangan-wejangan atau kata-kata yang sempat disampaikan kepada murid-muridnya. Bagaimana pemahaman beliau mengenai hakikat Siwa-Buddha dan penjabarannya ke dalam etika dan upacara agama seperti ditradisikan di Bali dan Lombok?

Pemikiran Siwa Buddha Sugriwa

21 Jul 2016

Jagatnatha: Memahami Bhatara Siwa sebagai Penguasa Dunia

Jagatnatha adalah nama sebuah pura berlokasi di jantung di kota Denpasar, Bali. Pada Minggu, tanggal 17 November 2013 bertepatan dengan Purnama Kalima atau Redite Kliwon Pujut adalah piodalan di pura ini. Momentum ini tentu sangat baik melakukan perenungan di dalam meningkatkan kualitas rohani kita. Kiranya relevan rembug sastra kali ini mencoba mengangkat topik “Jagatnatha” di dalam konteks Siwa Tattwa seperti tersurat dan tersirat di dalam sumber-sumber ajaran Hindu di Indonesia, terutama pada naskah-naskah berbahasa Jawa Kuno (Kawi).
Berbeda dengan tradisi keagamaan di India, jagatnatha diasosiasikan dengan tempat pemujaan kepada Krishna, seperti pada Mandira Jagatnatha di kota Puri di Orissa , Jagatnatha di Denpasar adalah pura (tempat suci) untuk memuliakan dan memuja Bhatara Siwa sebagai Jagatnatha. ‘Jagatnatha’ artinya penguasa jagat (dunia), salah satu aspek di antara begitu banyak kemahakuasaan beliau. Pada ulon di bagian atas bangunan Padmasana pura ini terdapat gambar Acintya (artinya ‘tak terpikirkan’), salah satu sifat/sebutan Bhatara Siwa dalam bentuknya yang Nirguna . Bagaimana konsep jagatnatha di dalam naskah-naskah Nusantara?

Jagatnatha – Copy

21 Jul 2016

Pemikiran-pemikiran Siwa-Buddha Prof Dr I.B. Mantra

Prof. Dr.I.B. Mantra, seorang tokoh penting di dalam perkembangan pemikiran kebudayaan Indonesia, wafat pada tanggal 10 Juni 1995 di Denpasar pada usia 67 tahun karena sakit. Beliau lahir 8 Mei 1928. Beliau seorang intelektual terkemuka yang buah-buah pemikiran kebudayaannya sudah diakui oleh masyarakat luas terutama Bali. Pesta Kesenian Bali (P.K.B.) hingga dalam pelaksanaan yang ke-36 tahun 2014 mengambil tema Kertamasa ini, adalah salah satu buah pemikiran beliau. Gagasan-gagasan pembangunan beliau banyak memberikan inspirasi kepada tokoh-tokoh masyarakat.

Mengenang kembali pemikiran-pemikiran dan sepak terjang Prof. Dr. I.B. Mantra (1928-1995) dalam berbagai bidang dirasakan perlu di tengah-tengah percaturan pemikiran dunia yang melanda Indonesia. Murid-murid, sahabat-sahabat atau staf-staf beliau ketika masih aktif di pemerintahan pastilah terkenang dengan sosok ini. Bagi mereka yang tidak mengenal beliau secara langsung tentu saja usaha-usaha untuk menggali atau meninjau kembali pemikiran-pemikiran beliau dirasakan penting kalau bukan menjadi keharusan terutama generasi muda Bali agar mempunyai pengetahuan sejarah pemikiran manusia Bali di masa lampau sebagai bekal menata masa sekarang dan masa depan; apalagi pada hari-hari berpulang beliau.

PEMIKIRAN siwa buddha- mantra

 

21 Jul 2016

Philosophy of Language in Javanese Saivism: A Brief Account

Abstract
The problem of language has been a serious concern amongst philosophers both in Western and Indian traditions since old times. Javanese-Śaivism of ancient Java is not an exception in this regard. In conformity with Brahmanical traditions, Javanese-Śaivism views language has a divine origin. It is not merely means of communication as adopted by naturalists. The very nature of the Ultimate Reality called Śiva is sound (sabda) in the form of cosmic sound (nada). There is identity of sound and reality. Everything comes out from nada and finally everything that exists in the world disappears gradually in nada in niskala. This implies that language and thought are closely related since the very nature of thought is Śiva and its operation is possible only due to the existence and role of divine power (sakti). This sakti causes meaning (artha) of language (word) is possible. Thus, Javanese-Śaivism holds correspondence theory of meaning and word, and also truth.

Key words: Javanese-saivism, nature of language, nada, meaning, correspondence.

Further reading here PHILOSOPHY OF LANGUAGE IN JAVANESE

19 Jul 2016

Pictures: Visit to Sanchi Stupa, launching book in Lombok, etc.

IMG_4955

With Prof SR. Bhatt at Sanchi Buddhist Monument, Madhya Pradesh, India (2012)

DSCN9406

Launching function of book entitled “Pasu Yajna dalam Kesusastraan Weda” at STAHN Gde Pudja Mataram, Lombok Island (2014)

DSCN9012

With Thai Buddhist Monks and Lay Persons at Borobudur Temple, Central Java.

Seminar “Same Sex Marriage Viewed from Religion Perspectives in Indonesia” at The Grand Inna Bali Beach Hotel Sanur, Bali

1947657_692347484158423_264408362_n

Discussion on “Life and Some Thoughts of I Gusti Bagus Sugriwa, a Balinese Intellectual” at Gerya Giri Sunya, Mambal, Badung, Bali. From left: IBG. Agastia, Prof. I Gusti Putu Phalgunadi, IBP. Suamba, and I Dewa Gd Windhu Sancaya.

DSCN1095

International Seminar on “Cultural Ecology from Buddhist Perspectives” at Chiang Mai, Thailand (2014)

IMG_5006Picture 23910686942_935627516451171_6585758773584627644_n10444571_10202897756697271_7121379786742937710_nDSCN7956IMG_5420

 

19 Jul 2016

Pengendalian Diri: Renungan dalam Siwaratri

Teks Kakawin Siwaratrikalpa adalah acuan yang paling otoratif di dalam pelaksanaan Brata Siwaratri di dalam tradisi agama Hindu di Indonesia. Tradisi Nyiwaratri ini pasti sudah ditradisikan di Jawa pada zamannya. Setelah Kerajaan Majapahit (1293-1486) runtuh tradisi ini dilanjutkan di Bali dan Lombok sekalipun pada zaman yang disebut Jawa Kuno belum (mungkin) sepopuler sekarang; masih terbatas hanya pada golongan-golongan yang nyastra. Dalam tradisi Nyiwaratri di Lombok dikenal dengan tradisi Sambang Semadhi, yaitu melakukan tapa, brata, yoga, samadhi. Boleh dikatakan malam ini adalah malam yoga, yaitu malam yang paling gelap untuk beryoga. Jadi, malam Siwa (Siwaratri) dikenal juga dengan Sambang Semadhi. Di dalam tadisi ini India disebut Mahasivaratri. Mpu Tanakung pangawi susastra ini hidup pada masa Majapahit akhir ketika diperintah oleh raja Adisuraprabhawa

Further reading here Pengendalian Diri, Brata dan Punya

19 Jul 2016