Guru dalam Renungan Hari Suci Siwaratri
Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa Siwaratri merupakan hari suci untuk memuliakan, memuja dan memohon anugrah kepada Siwa. Siwaratri jatuh setiap tahun, yaitu pada purwani ning Tilem Sasih Kepitu Perayaan Siwaratri dilakukan dengan melalukan Brata Siwaratri, yaitu puasa (upawasa), melek (jagra) dan diam bermeditasi, tidak mengeluarkan kata-kata (mono). Yang paling dipentingkan adalah jagra, yaitu melek selama 34 jam sejak matahari terbit Panglong Sasih Kepitu hingga matahari terbenam pada Tilem Sasih Kepitu. Pada hari ini umat Hindu di seluruh dunia merayakannya dengan segala kesuntukan, kekhidmatan.
Hari suci Siwaratri tahun ini jatuh pada hari Selasa, 20 Januari 2004. Kiranya untuk memaknai lebih dalam Siwaratri kali ini, tidaklah berlebihan kalau kita mencoba memahami guru dalam perspektif ajaran Siwaratri. Betapa tidak pemahaman terhadap eksistensi guru baik sekala maupun niskala ini mengalami pergesaran-pergesaran sejalan dengan perkembangan zaman. Jika dulu profesi guru dinilai sebagai profesi yang mulia, sekarang guru itu tidak lebih dari pegawai kantor biasa dengan segala rutinitasnya. Minat untuk menjadi guru tidak menjadi pilihan pertama anak-anak lulusan sekolah menengah. Kalaupun ada yang memilih itu pun anak-anak dari kalangan kelas ekonomi kelas bawah. Berpredikat menjadi guru sekarang ini bukan menjadi kebanggaan, padahal guru mengajarkan ilmu pengetahuan baik ilmu-ilmu sekuler maupun rokhani. Berpredikat guru sering diplesetkan menjadi kang guru.
Makalah in mencoba membahas guru dari perspektif ajaran Siwa khususnya Siwa Siddhanta dan mencoba menghubungkan ajaran-ajaran itu dengan fenomena kekinian bahwa terdapat profanisasi pemaknaan guru. Makalah ini diharapkan mengingatkan kembali betapa penting dan strategisnya peranan guru di dalam pembangunan peradaban umat manusia yang mengedepankan nilai-nilai kesucian.